Minimnya budaya membaca di Indonesia, salah siapa?
0
Saya
hanya bisa geleng-geleng kepala saat anak saya tidak mau membaca. Kok bisa
budaya di Indonesia begitu memprihatinkan? Salah siapa ini semua?
Budaya membaca di Indonesia ternyata masih sangat minim |
Betapa
senangnya saya saat NyoNyo muncul di terminal dengan wajah tersenyum melihat
saya dan istri datang menjemputnya. Dia datang untuk menghabiskan liburan
bersama kakak saya ke Malang. Sampai ke rumah, saya segera memberikan hadiah
yang telah saya persiapkan sebelumnya, sebuah buku dan boneka. Saat saya hendak
mengajaknya membaca buku, dia justru asyik dengan bonekanya. Saya hanya bisa
mengelengkan kepala. Saya bujuk berapa kali pun, NyoNyo tetap tidak
menghiraukan. Saya kok jadi semakin yakin dengan minimnya budaya membaca di Indonesia. Apakah ini salah saya sebagai daddy?
Tapi,
saya tidak bisa menyalahkan NyoNyo atas ketidakmauan dia membaca. Mungkin salah
kami juga yang tidak bisa menemaninya setiap hari. Sehingga kami tidak bisa
membiasakan dia untuk membaca. Hal ini semakin menguatkan laporan UNESCO yang
menyebutkan nilai minat membaca di Indonesia begitu minim, hanya 0,001. Itu berarti,
hanya satu orang dari seribu orang di Indonesia yang gemar membaca.
Minat
membaca memang bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya membaca, kebiasaan, ketersediaan buku, dll. Padahal,
jika kita mau mencermati, kegemaran membaca suatu bangsa sangat berbanding
lurus dengan kemajuan suatu bangsa. Dua negara besar, Jepang dan Rusia adalah
bukti nyata tingginya kegemaran membaca bisa berdampak positif. Jepang, bahkan
dalam setiap tahunnya bisa mencetak hingga 1 milyar buku. Sedangkan Rusia,
lebih memilih untuk menekan harga buku semurah mungkin agar semua penduduknya
bisa membelinya.
0 comments: