Amarahku memuncak, dadaku bergemuruh ditalu oleh rasa sakit yang kurasakan. Bagiku apa yang kudengar barusan adalah sebuah penghinaan. Penghinaan terhadap apa yang kuanggap suci selama ini. Namun, dibalik amarahku, ada rasa iba pada sosok bidadari cantik yang ada didepanku. Dia tampak berusaha tegar, meski kutahu batinnya menggelepar, yang bisa aku tau dari bibirnya yang bergetar. Sebuah pertanda kalau si empunya bibir berusaha menahan sesuatu.
“Kok bisa itu terjadi A?” tanyaku dengan penuh amarah.
“Aku tak tau L, semua terjadi begitu saja,” ujar bidadari cantik bernama Awin itu.
“Lalu A diam aja, apa A tidak berusaha memberontak?” tanyaku lagi seperti seorang petugas polisi yang sedang menginterogasi tersangka.
“Apa yang bisa kuperbuat L, mereka yang mempunyai hak, mereka berhak melakukan itu padaku,” jawab A.
Ah, ada perasaan bersalah didalam hatiku karena telah menydutkannya dengan pertanyaanku yang bertubi-tubi. Padahal aku tau, seharusnya dia yang marah, dia yang seharusnya memakiku karena membawa kesengsaraan dalam hidupnya.
Continue reading →
“Kok bisa itu terjadi A?” tanyaku dengan penuh amarah.
“Aku tak tau L, semua terjadi begitu saja,” ujar bidadari cantik bernama Awin itu.
“Lalu A diam aja, apa A tidak berusaha memberontak?” tanyaku lagi seperti seorang petugas polisi yang sedang menginterogasi tersangka.
“Apa yang bisa kuperbuat L, mereka yang mempunyai hak, mereka berhak melakukan itu padaku,” jawab A.
Ah, ada perasaan bersalah didalam hatiku karena telah menydutkannya dengan pertanyaanku yang bertubi-tubi. Padahal aku tau, seharusnya dia yang marah, dia yang seharusnya memakiku karena membawa kesengsaraan dalam hidupnya.








Social Widget